Oleh : M. Wahid Setio Budi, S.E.*
Setelah memperhatikan perkembangan yang terjadi di media sosial
(medsos) belakangan ini, banyak sekali akun-akun Facebook, Twitter,
Instagram, What App yang menjajakan dagangan secara online, setelah
diamati photo dagangan yang mereka upload hampir sama bahkan tidak
jarang yang diupload sama persis antara akun satu dengan akun yang lain,
padahal mereka kadang tidak saling kenal
dan tidak dalam satu pertemanan di medsos. Saat ini bisa kita amati
perkembangan di medsos ada trend baru, yaitu munculnya wirausaha-wirausaha
perempuan dari kalangan ibu rumah tangga. Para ibu rumah tangga tersebut yang
awalnya hanya konsumtif karena hanya berperan membelanjakan pendapatan dari
para suami, saat ini mulai bergeser menjadi sosok yang produktif karena mulai
berbondong-bondong untuk berwirausaha secara online. Disaat suami dan
anak-anak mereka berangkat bekerja dan sekolah, pekerjaan rumah sudah
terselesaikan dengan baik, mereka pun memiliki kebebasan waktu untuk bisa
berselancar di internet. Awalnya mereka menjadi pelanggan atau menjadi konsumen
di berbagai macam produk, akan tetapi lambat laun mereka pun menjadi penjual
dengan cara dropship. Setelah penulis lakukan penelitian dengan cara
wawancara ke beberapa narasumber yang tidak dapat disebutkan namanya, mereka
berjualan dengan cara dropshipping. apa itu dropshipping mari
kita bahas lebih detail.
Dropshipping adalah metode berdagang menggunakan
media internet, dimana badan usaha atau perorangan (retailer atau
pengecer) tidak melakukan penyetokan, barang didapat dari jalinan kerjasama
dengan perusahaan lain yang memiliki barang yang sesungguhnya (supplier
atau pemasok). Pelanggan yang membeli dari pengecer tidak perlu tahu keberadaan
dan siapa supplier sesungguhnya (Sulianta, 2014: 2). Bahkan pegiat dropship
tidak harus melakukan pengiriman barang sendiri. Dalam sistem dropshipping,
penjual hanya menjadi perantara untuk konsumen dengan pihak supplier
yang sebenarnya. Keuntungan penjual sebagai dropship diperoleh dari
selisih harga dari supplier ke dropship dengan harga dropship
kepada pembeli, proses dropshipping dapat dijelaskan seperti ini,
awalnya calon dropship dimasukkan ke group Whats App (WA) supplier
tertentu, setelah itu supplier membagikan gambar produk kepada si dropship
di group WA yang sudah dibuat oleh supplier untuk di tawarkan ke media
sosial, setelah itu photo produk ditawarkan para pegiat dropship di akun
medsos masing-masing, makanya photo produknya kadang sama persis yang di
upload oleh pegiat dropship ini, setelah itu jika ada calon pembeli
berminat dan menanyakan persediaan barang, dropship memastikan kepada
calon konsumen produk akan dikirim pakai jasa pengiriman apa, setelah sepakat
dengan calon konsumen si dropship tadi menanyakan stock barang ke supplier
setelah dijawab ready stock oleh supplier maka dropship
meminta calon konsumen untuk transfer sejumlah harga poduk berikut ongkos
kirim, terakhir produk dikirim oleh supplier atas nama si dropship.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pegiat dropshiping
menjual barang berdasarkan gambar dan barangnya belum menjadi miliknya
dikarenakan masih ada di tangan supplier, maka berdasarkan akad jual
beli hal ini adalah dilarang. Alasannya adalah tidak sesuai beberapa rukun dan
syarat jual beli.
Rukun jual beli dalam Islam ada tiga, yaitu: Pelaku transaksi,
(penjual dan pembeli), Objek transaksi, (harga dan barang). Akad (transaksi),
yaitu segala tindakan yang dilakukan kedua belah pihak yang menunjukkan mereka
sedang melakukan transaksi, baik tindakan itu berbentuk kata-kata maupun
perbuatan.(Mardani, 2011:102).
Syarat Sahnya Jual Beli dalam Islam, Suatu jual beli tidak sah bila
tidak terpenuhi dalam suatu akad, tujuan, syaratnya yaitu: Saling rela antara
kedua belah pihak. Kerelaan antara kedua belah pihak untuk melakukan transaksi
syarat mutlak keabsahannya; Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan melakukan
akad, yaitu orang yang telah balig, berakal, dan mengerti. Maka, akad yang
dilakukan oleh anak di bawah umur, orang gila, atau idiot tidak sah kecuali
seizin walinya, kecuali akad yang bernilai rendah seperti membeli permen,
makanan ringan anak-anak, dan lain-lain; Harta menjadi objek transaksi telah
dimiliki sebelumnya oleh kedua belah pihak. Maka, tidak sah jual beli barang
yang belum dimiliki tanpa seizin pemiliknya; Objek transaksi adalah barang yang
dibolehkan agama. Maka tidak boleh menjual barang haram seperti khamar (minuman
keras) dan lain-lain; Objek transaksi adalah barang yang bisa diserahterimakan.
Maka tidak sah jual mobil hilang, burung di angkasa karena tidak dapat
diserahterimakan; Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad.
Maka tidak sah menjual barang yang tidak jelas. Misalnya, pembeli harus melihat
terlebih dahulu barang tersebut dan/atau spesifikasi barang tersebut; Harga harus jelas saat transaksi. Maka tidak
sah jual beli di mana penjual mengatakan: "Aku jual mobil ini kepadamu
dengan harga yang akan kita sepakati nantinya". (Mardani, 2011:104).
Dan ini menimbulkan kebingungan apa sebenarnya status hukum dropshipping
dalam konsep jual beli menurut ekonomi syari’ah, Maka untuk menjawab hal
tersebut penulis berpendapat:
Dapat dilihat kembali bahwa khazanah fiqh Islam sangat kaya akan akad-akad yang sesuai dengan aktivitas jual-beli. Ada salah satu alternatif akad yang bisa digunakan untuk pegiat dropship yakni bisa menggunakan akad salam paralel (as-salam al-mawājī) lihat Fatwa DSN MUI Nomor : 05/DSN-MUI/IV/2000, Tentang Jual Beli Salam. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang, sama seperti apa yang ada dalam dunia perbankan syariah, karena jumlah pihak yang terlibat dalam akadnya sama yaitu nasabah, bank syari’ah, dan pemasok, serta jenis akad yang digunakan adalah akad pesanan. Layaknya di dunia nyata, transaksi jual beli online secara dropship ini hendaknya harus memenuhi kaidah-kaidah yang ada seperti, asas kejujuran dan kepercayaan, bila tidak mau terjerat masalah hukum nantinya, baik hukum positif maupun hukum Islam. Firman Allah QS. An-Nissa (4): 29: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. Ayat ini dengan tegas melarang untuk memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan bathil. Memakan harta orang lain dengan cara yang bathil dapat diartikan pada kasus jual beli yang didasari pada kebohongan.
Dapat dilihat kembali bahwa khazanah fiqh Islam sangat kaya akan akad-akad yang sesuai dengan aktivitas jual-beli. Ada salah satu alternatif akad yang bisa digunakan untuk pegiat dropship yakni bisa menggunakan akad salam paralel (as-salam al-mawājī) lihat Fatwa DSN MUI Nomor : 05/DSN-MUI/IV/2000, Tentang Jual Beli Salam. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang, sama seperti apa yang ada dalam dunia perbankan syariah, karena jumlah pihak yang terlibat dalam akadnya sama yaitu nasabah, bank syari’ah, dan pemasok, serta jenis akad yang digunakan adalah akad pesanan. Layaknya di dunia nyata, transaksi jual beli online secara dropship ini hendaknya harus memenuhi kaidah-kaidah yang ada seperti, asas kejujuran dan kepercayaan, bila tidak mau terjerat masalah hukum nantinya, baik hukum positif maupun hukum Islam. Firman Allah QS. An-Nissa (4): 29: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. Ayat ini dengan tegas melarang untuk memakan harta orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan bathil. Memakan harta orang lain dengan cara yang bathil dapat diartikan pada kasus jual beli yang didasari pada kebohongan.
Prinsip jual beli secara Islam merupakan sarana tolong menolong
antar sesama manusia. Orang yang melakukan jual beli tidak hanya mencari
keuntungan semata, akan tetapi juga sebagai sarana ibadah, karena telah membantu
saudaranya. Tentu ini menjadi hal yang menarik, berbeda dengan jual beli konvensional,
bagaimanakah hukum jual beli online secara dropship, yang didalamnya tidak memberikan
kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa yang
ditawarkan secara online. Lalu bagi konsumen, bagaimanakah bentuk atau
sistem perlindungan yang diterapkan? Undang-undang tentang perlindungan
konsumen berbunyi “memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi
atau barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan. Penerapannya adalah, penyertaan photo barang yang dijual
di medsos harus jelas dari depan, samping, dan beberapa sudut. Kasus
yang terjadi adalah seorang konsumen merasa ditipu oleh penjual online sistem dropship karena barang
yang dibelinya tidak sesuai dengan keinginan pembeli. Padahal dalam hal ini,
bukan hanya kewajiban seseorang penjual saja untuk memberikan informasi yang
sejelas-jelasnya, namun begitu pula sebaliknya, seorang konsumen harus menjadi
seorang konsumen yang cerdas dalam memahami hak-haknya sebagai konsumen dengan
baik, sehingga dapat mengelola informasi yang diberikan penjual dengan benar.
Berpijak dari
landasan kaidah fiqhiyah, “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya”(Fatwa DSN MUI Nomor :
05/DSN-MUI/IV/2000, Tentang Jual Beli Salam) Setelah dilakukan penelitian maka penulis
berpendapat bahwa jual beli online secara dropship di-qiyās sama
dengan jual beli akad salam sehingga menurut tinjauan ekonomi syariah
diperbolehkan dan sah, kecuali jika secara kasuistik terjadi penyimpangan,
manipulasi, penipuan dan sejenisnya, maka kasuistik pula diterapkan, yaitu
haram. Oleh karena itu jika ada masalah terkait ketidak sesuaian barang antara
yang ditawarkan dan dibayar dengan yang diterima, maka berlaku hukum transaksi
pada umumnya, bagaimana kesepakatan yang telah terjalin. Inilah salah satu
faktor yang dapat menjadi penyebab batalnya jual beli dan dapat menjadi salah
satu penyebab haramnya jual beli, baik online secara dropship ataupun
bukan, karena terjadinya manipulasi atau penipuan.
Wallahu'alam.
* Penulis adalah Pegiat E-Business Muslim yang pernah Kuliah di Jurusan Ekonomi Syariah UM Lampung.
0 komentar:
Posting Komentar